Seketika itu juga aku langsung keluar dari mobil, dan berjalan ke arah jalan pulang.

Hastin dan Razel melihat ke arah Dio Na sebentar lalu segera menyusul Rembulan. S.e.m.e.ntara Won dalam mobilm bicara dengan Dio Na.

"Apa yang kamu lakukan? Kamu tidak boleh mengatakan dia seperti itu! Jika kamu jadi dia, aku yakin kamu juga akan ketakutan!"ucap Won

"Heh, aku tidak akan begitu! Dia saja yang ketakutan berlebihan, dia memang penakut!"jawab Dio Na, dan dalam hatinya berucap "Kenapa sih kamu belain Rembulan? Seharusnya belain aku! Biarkan saja dia begitu, dia pergi kan lebih bagus!."

Tanpa sepatah kata lagi, Won segera keluar dari mobil dan menyusul Rembulan. Subtel yang melihat Won pergi, ia juga segera menyusul mereka yang pergi.

Kini hanya ada Dio Na dalam mobil sendirian, dengan pendiriannya yang keras kepala.

"Rembulan! Rembulan, tunggu!"panggil Hastin dari belakang.

Aku pun segera berhenti, dan dua sahabatku pun mendekat.

"Apa? Apa lagi? Aku penakut dan tidak bisa membantu!"

"Aku tahu, tapi kita bisa menyelesaikan ini sama-sama. Kita harus menyelesaikan semua ini! Aku tahu dia jahat padamu, tapi dia tetap teman kita. Kamu sudah lihat kenyataannya, dia memerlukan bantuan kita. Kita harus membantunya, dia mati secara tak wajar!"bujuk Hastin.

"Rembulan, kami akan selalu bersamamu. Jadi jangan khawatir! Kita pasti bisa"sambung Razel.

"Tapi masalah ini bukan masalah kecil, aku melihat banyak makhluk disana! Aku tidak mau kalian kenapa-napa. Aku tidak ingin…..",

Dari kejauhan Won dan Subtel berlari mendekat kemari.

Sambil berlari, Won berucap "Rembulan!"lalu berhenti tepat di depanku dengan napas yang teregah-egah.

"Apa?"tanyaku dengan nada kesal.

"Marah? Aku memanggilmu, dan sekarang kamu marah padaku! Apa aku menyebalkan?"

"Memang! Lalu ada apa memanggilku begitu?"

"Hem, kamu ini! Meski aku menyebalkan, kamu kangen kan padaku?"

Seketika itu juga aku meludah di samping, aku menolaknnya. S.e.m.e.ntara dua temanku tersenyum- senyum.

"Lebih baik kamu kembali ke kota! Dan jangan pernah kembali"

"Aaaa…. Kamu mengusirku?", dengan mata berbinar-binar Won berucap memohon, "Jangan begitu lah! Aku masih ingin disini bersamammu. Kenapa kamu tidak memahami perasaanku? Apa aku ini kurang tampan?"

"Terserah padamu! Sekarang apa?"tanyaku dengan nada galak.

Subtel yang mendengar itu, hanya tersenyum dan berucap "Kalian di saat seperti ini malah gombal- gombalan! Sekarang kamu mau tidak membantu kami? Kami akan melindungimu, kami janji!."

"Hah, apa ucapan kalian bisa menjamin aku selamat?"ucapku bermaksud membalas ucapan Dio Na, tetapi aku membalasnya di depan teman-teman.

Teman-teman terdiam.

"Kami tidak bisa, tidak bisa menjamin keselamatanmu tapi kami bisa membantumu sebisa mungkin!"ucap Razel pelan.

Aku tersenyum manis, "Ya aku tahu! Begini saja, kita tak perlu mendekati rumah itu. Kita amati saja dari kejauhan. Kita lihat apa yang akan di lakukan makhluk- makhluk itu nanti.",

"Ya baiklah, sekarang kita kembali ke mobil. Kita akan menunggu reaksi mereka dari kejauhan"ucap Subtel berjalan lebih dulu.

Lalu Hastin dan Razel, kemudian aku dan Won. Aku merasa Won mengikuti tiap langkahku. Aku pun berjalan lebih dulu dan bergabung dengan dua temanku. Aku tidak suka ia menempel di dekatku. Tetapi tetap saja, dia berusaha mendekat. Seolah-olah ingin bercanda denganku. Ia berusaha menggangguku dengan bisik-bisik seperti hantu, tetapi Subtel yang berjalan lebih dulu terganggu dengan sikap Won itu akhirnya berhenti berjalan.

Kami terus berjalan hingga mendahului Subtel, ketika Subtel di belakang Won. Ia langsung menarik kuping Won, dan menariknya mendahului kami.

"Dimana jiwa lakimu? Menganggu anak perempuan saja!"kesalnya

"Kenapa? Aku hanya bercanda! Lepaska aku?"

"Ngak akan, sebelum kamu janji ngak akan mengganggu? Kamu mengusikku tau!"

"Ah iya, hantu jelek! Maafkan aku!"mohon Won.

Subtel pun di buat semakin kesal dengan ucapan Won itu, ia segera melepasnnya dan langsung masuk ke mobil.

Kami pun segera masuk ke mobil. Won duduk di kursi depan, Razel duduk di kursi belakang dekat dengan Dio Na, lalu Hastin dekat Razel dan terakhir aku duduk di dekat Hastin. Aku pun segera menutup pintu mobil.

"Sudah ngambeknya?"tanya Dio Na padaku.

Aku hanya diam saja tidak menjawab, aku tahu dia kesal.

"Sekarang kita akan kemana? Mengamati rumah itu, dari mana?"tanya Subtel.

"Apa tidak ada rumah yang bisa kita tinggali di dekat rumah itu?"ucap Dio Na

"Bagaimana kalau kita berkemah? Ya tidak masalah kan? Kita berkemah disini. Cari lahan kosong, lalu minta ijin sama ketua desa. Bagaimana menurut kalian?"ide Won

"Ya aku setuju!"jawab Dio Na

"Kalian bertiga bagaimana?"

"Nurut aja deh!"jawab Razel.

"Hastin? Rembulan?"

"Sama"jawab kami serentak.

Lalu kami pun mulai mencari lahan kosong untuk berkemah dan mengamati rumah itu. Kami menemukan lahan kosong untuk di tinggali. Lahan yang tidak jauh dari setelah rumah Jingmi.

Ya dari sini kami dapat mengamati rumah itu.

Hingga terik matahari berada di atas kepala kami, kami terus mengamati rumah itu. Panas matahari tidak membuat kami gerah karna ada AC mobil yang terus bernyala. Jika kami bosan, kami tinggal keluar dari mobil dan duduk di bawah pohon rindang.

Won duduk di bawah pohon bersama teman-teman, kecuali aku yang masih bertahan dalam mobil.

Di rumah Jingmi, beberapa orang berdatangan dan salah satu orang yang menarik perhatian kami adalah kedatangan seorang pria berpakaian layaknya seorang dukun lengkap dengan mengenakan kalung-kalung menakutkan. Mereka datang dengan sebuah mobil.

"Hey lihat itu!"ucap Won

Kami memperhatikan dengan seksama kedatangan pria yang kami duga sebagai dukun itu.

"Siapa dia? Dia seperti dukun"ucap Subtel

"Benar, dia memang dukun. Penampilannya sih gitu"sambung Dio Na

Dukun itu pun disambut hangat oleh orang tua Jingmi, mereka masuk ke dalam rumah itu.

Beberapa saat kemudian, kami mendengar suara teriakan dari dalam rumah itu. Teriakan suara perempuan yang meminta tolong.

"Tolong! Tolong aku! Tolong….."teriaknya.

Kami yang mendengar itu segera mendekati rumah itu diam-diam. Perlahan-lahan suara itu menghilang, dan pintu rumah tertutup rapat sehingga kami tidak bisa melihat apa yang terjadi di dalam. Jendela kaca pun tertutup tirai dengan rapi. Tetapi kami mendengar percakapan dari dalam rumah itu.

"Sekarang mari kita pergi dari sini! Biarkan saja dia seperti itu"

"Apa dia tidak akan lari lagi? Bagaimana jika dia lari lagi?"

"Hah, dia sudah aku rantai. Sekarang dia tidak akan bisa lari. Bagaimana Ki, apakah persembahan kami ini cukup untuk melayani tuan besar?"

"Ya tentu saja, gadis yang masih mudah ini cukup untuk menjadi tumbal. Tuan besar pasti sangat menyukainya!"

Kemudian terdengar langkah mereka berjalan keluar, dan suara terbukanya pintu. "Kreeekkkk!."

Kami pun cepat bersembunyi sebelum ketahuan.

Kami pun kembali mendengar percakapan orang-orang itu.

"Hahahaa….sebentar lagi aku akan tambah kaya raya!"

"Ya benar sekali sayang! Kita sebaiknya pergi meninggalkan rumah ini sebelum ada yang tadang. Biarkan tuan besar mengurusnya!"

"Ya… ya… benar!"

Kemudian kami melihat mereka mengunci rumah itu dan meletakan kuncinya di pot tanaman. Lalu mereka semua pergi dengan mobil, meninggalkan rumah itu.

Tap the screen to use advanced tools Tip: You can use left and right keyboard keys to browse between chapters.

You'll Also Like