Won masih menundukan kepalanya, melihat ke meja dan gelas di tangannya.

"Sebenarnya ini aneh menurut kakek, jantung dan hati. Seseorang membunuhnya? Hanya karna ingin mengambil jantung dan hati. Polisi bilang tidak ada barang yang hilang, pelakunya hanya membunuhnya lalu mengambil jantung dan hati. Andai saja Rembulan ada, mungkin ia bisa membantu kita"

Won melihat ke arah kakek dan tersenyum, "Ya andai saja ia tak pergi. Sekarang Rembulan boleh pulang kan? Dia bisa membantu kita menyelesaikan kejadian aneh ini!"

"Ya benar, telpon dia! Tapi mungkin besok dia akan kembali, jika sekarang dia diminta pulang. Mungkin itu tidak bisa"

"Baiklah, aku akan menghubunginya. Terima kasih Kek!"jawab Won dengan semangat yang kemudian pergi menuju kamar Rembulan.

Won membuka pintu kamar, lalu meletakan tasnya di kasur. Ia segera menganti pakaiannya, tubuhnya yang elastis dan berroti sobek pun terlihat. Dia sungguh mengoda, ia pun segera memakai baju kaosnya. Lalu dia duduk di kasur, dan mengambil ponselnya yang ada dalam tas. Ia mulai menghubungi Rembulan.

Rembulan bersama Akira menuju akademi, mereka ingin melihat bola ajaib tetapi setiba di tempat itu. Mereka melihat banyak sekali orang-orang mengantri untuk melihat keajaibannya. Ini sama sekali berbeda dengan apa yang di katakan pria tadi.

Akira pun kesal, ia melihat ke arah pria yang ada disampingnya. Pria itu tersenyum manis dan meminta maaf padanya. Akira ingin sekali memukulnya tetapi pria itu telah bersujud di kakinya sehingga ia tak bisa memukulnya sekarang.

Aku yang melihat Akira kesal pun segera memegang erat tangannya, "Ah, tak usah kesal. Mari kita mengantri"ucapku.

"Ah ya baiklah, maaf ya mereka memang tak selamanya dapat dipercaya"jawabnya dengan kesal.

Aku dan Akira pun segera mengantari untuk melihat keajaiban bola itu.

Saat mengantri, entah kenapa aku kembali mendengar bisikan yang tidak enak yang tertuju padaku dan Akira.

"Jangan pedulikan mereka"jawab Akira pelan.

"Ya tentu saja tidak"jawabku tersenyum manis.

S.e.m.e.ntara ocehan itu terus saja terdengar, bukan ocehan jelek mengenaiku tetapi tentang Akira.

"Raja Akira mengantri, sejak kapan ia bersikap begitu?"

"Ya ini kan miliknya, dia bersama seorang gadis"

"Ya benar, penampilannya terlihat seperti gadis bar-bar",

"Ya, tapi sepertinya ia tak bisa di remehkan. Tak semua orang bisa masuk tempat ini, jadi jaga bicaramu",

"Dia tamu kehormatan Tuan Akira atau temannya? Sebenarnya dia cantik, tapi apa di sehebat Tuan Akira"

"Ah sudahlah, setidaknya kita senang Tuan Akira mau mengantri! Jarang-jarang seorang raja mau mengantri"senyumnya

"Em…."

Antrian kami cukup panjang, tetapi dengan mengandeng tangannya mungkin akan membuat pria ini bersabar.

Tiba-tiba saja ponselku berdering, menandakan bahwa ponselku menerima pesan. Aku pun segera melepaskan tangannya, lalu mengambil ponsel di saku dan membaca pesan.

"Rembulan, kamu boleh kembali sekarang. Kudengar dari kakek, Jingmi mencoba mencelakaimu. Tapi jangan khawatir sekarang, dia tidak akan menganggumu untuk selama-lamanya. Sekarang pulang lah, kami memperlukan bantuanmu sekarang. Jingmi telah meninggal. Dia, kami temukan meninggal di rumah dengan mengenaskan. Jantung dan hatinya hilang. Kakek berfirasat ini bukan ulah manusia tetapi yang lain. Bisakah kamu pulang? Oya, soal liburan kita. Kita liburan satu bulan penuh. Jadi jangan khawatir, kamu masih punya banyak waktu kan?"

Aku pun cepat membalas pesan Won sambil tersenyum manis, "Ya aku akan pulang, tapi besok sekarang harinya hampir sore. Aku juga agak jauh dari rumah jadi besok saja. Nanti ceritakan saja ketika aku kembali."

Setelah itu kusimpan kembali ponselku, aku kembali melihat ke arah Akira. Kulihat wajah Akira yang menyimpan kesal, entah apa yang terjadi.

"Kenapa wajahmu? Kamu kesal? Aku baru saja menerima pesan dari temanku, dia memintaku pulang untuk menyelesaikan masalah. Ayo kita mengantri lagi! Atau kita jalan-jalan saja?"

"Temanmu? Pria atau wanita?"

"Pria, sudahlah jangan memasang wajah begitu padaku. Ayo kita jalan-jalan!"ajakku segera menarik tangannya pergi meninggalkan tempat ini.

Aku menariknya menjauh dari keramaian, berjalan di bawah pepohonan yang rindah. Di saat sepi, aku cepat melepaskan tangannya.

"Maaf, aku membuatmu kesal hari ini. Tapi aku juga harus membalas pesan dari temanku. Besok aku akan pulang"ucapku

"Pulang? Bukannya kamu liburan kemari, apa liburannya sudah berakhir?"

"Belum, tapi dia meminta bantuanku. Teman-temanku dan keluargaku memperlukan bantuanku. Jadi aku harus pulang, tapi jangan khawatir aku juga akan kembali kemari secepatnya."

"Hem, ya baiklah. Apa kamu mau aku yang mengantarmu? Aku bisa menjemputmu pagi-pagi dan mengantarmu pulang"

"Boleh, aku sangat berterima kasih jika kamu mau mengantarku pulang besok. Sekarang aku ingin jalan-jalan, apa kita bisa melihat pemandangan seperti tadi? Mereka yang terbang, itu adalah hal menabjubkan. Aku belum pernah melihat seperti itu",

Akira tersenyum manis, "Baiklah, aku akan membawamu ke tempat yang indah"jawabnya berjalan lebih dulu.

Aku pun berjalan menyusulnya, hingga kami berjalan bersama.

"Aku punya tempat yang indah, ya tempat yang menabjubkan",

"Tempat apa?"

"Taman bunga",

"Wah, tempat itu pasti indah. Apa jauh dari sini?"

"Lumayan",

Aku dan dia terus berjalan, aku pernuh semangat membara sekarang. Aku tidak sabar sampai ke tempat itu. Aku yakin tempat itu indah, sesuai namanya taman bunga. Pasti di sana ada banyak bunga bewarna-warni.

Tetapi semangatku perlahan-lahan menghilang, kakiku mulai melemah untuk berjalan lagi. Aku dan Akira sudah berjalan jauh, tapi tak kunjung tiba disana. Aku pun berhenti dan mengeluh karna lelah dan rasa haus yang datang.

"Apa tempatnya masih jauh?"tanyaku

Akira yang berjalan lebih dulu berhenti dan berpaling, melihat diriku yang duduk di tanah. Ia menghampiri dan mendekatiku.

"Mau kugendong, Tuan Putri? Tempatnya tidak akan mensia-siakanmu begitu tiba disana"ucapnya mengulurkan tangan kepadaku.

"Ya baiklah"jawabku mengapai tangannya, dan berdiri.

Lalu Akira berdiri dan berpaling, dia merendahkan tubuhnya. Lalu aku naik ke tubuhnya. Ia menggendongku.

Sambil berjalan, Akira menceritakan sedikit tentang taman itu kepadaku.

"Taman bunga itu tempatnya sangat indah, disana tumbuh berbagai tanaman. Ya salah satunya bunga tulip bercahaya, seperti lampu. Cahayanya berasal dari cahaya bulan di malam hari. Ia menyimpan cahaya bulan dan matahari di kelopak bunga, lalu saat kegelapan tiba ia akan bersinar. Cahayanya bagai lampu, tetapi sulit untuk di petik. Tidak sembarang orang yang dapat memetiknya"ucapnya

"Apa tempat itu jauh? Itu sepertinya menarik, pasti bunganya sangat indah",

"Ya benar. Jangan khawatir, sebenarnya bunga itu jauh sekali. Tapi aku menanamnya di istanaku. Kita akan kesana. Kita akan pergi dengan naga agar lebih cepat."

"Hem, baiklah. Mengapa tidak sejak tadi saja pergi dengan naga."

"Aku takut membuatmu ketakutan setelah melihat naga, kamu takut tidak?"

"Aku tidak takut"

"Benarkah? Naga besar yang terbang, seperti yang kita lihat sebelumnya"

"Aku tidak takut"

"Baiklah, turunlah. Aku akan memanggil naga untuk membawa kita ke istana"ucap Akira menurunkanku.

Aku segera turun dari tubuhnya, dan dia mulai memanggil naganya. Dengan kekuatan yang dia miliki dan keterkaitan dirinya dengan naga. Akira hanya perlu memanggil naganya dengan menggeluarkan cahaya kecil dari tangannya, cahaya sihir yang dapat terbang ke angkasa. Cahaya pemanggil naga.

Tap the screen to use advanced tools Tip: You can use left and right keyboard keys to browse between chapters.

You'll Also Like