Malam hari dibawah cahaya bulan, langit berbintang dan jam 08.00 malam. Aku dan dua sahabatku telah berada di sekolah. Pemandangan yang berbeda di siang hari, gelap menyelimuti dan dingin begitu terasa. Berbekal sintar masing-masing kami berjalan menuju tengah lapangan.

Razel dan Hastin menerangi tiap gedung, begitu juga dengan diriku.

"Jadi inikah malam? Lihat gedung sekolah kita, begitu menyeramkan",

"Benar Hastin, dan itu adalah gedung dimana Saras jatuh ke bawah"ucap Hazel sambil menerangi gedung yang dimaksud.

"Jadi itu gedungnya? Maka kita duduk saja disini",

"Hah, kau gila ya Rembulan? Kita duduk disini? Di tengah lapangan yang dingin?"

"Terus kita mau apa? Kita nyalakan saja api unggun disini"

"Hah, kalau hujan kita mau kemana?"

"Hujan? Hujan ngak akan datang, lihat saja di langit ada banyak bintang dan bulan jadi hujan ngak bakalan datang",

"Hah, aku takut. Apa disini kita akan aman?"

"Ya tentu saja, dia mengamati kita dari sini. Jadi biarkan saja",

"Kau serius? Dia mengamati kita?"

Entah kenapa dua sahabatku saling berpelukan,

"Takut? Tak usah takut, dia baik dan aku yakin dia baik",

"Hah, tetap aja dia membuatku takut. Aku membayangkan wajahnya yang remuk dengan darah berceceran"ucap Hastin

"Dia tak seperti itu!"

"Bagaimana kamu tahu? Apa kamu bisa menjamin?"

"Tidak, tapi ia sudah mendapatkan ibu Mori kan? Jadi kita tunggu Mori jatuh dan bersiaplah melaporkan ke polisi tentang kejadian ini"

"Hah, apa kau gila? Kita bisa dituduh jadi tersangka nanti",

"Tidak, tidak akan ada yang mengatakan kita jadi tersangka. Kita hanya menunggu, hanya itu jalan satu-satunya menemukan ibu Mori kecuali…",

"Kecuali apa?"

"Kedua orang tua Mori harus datang kemari lalu meminta maaf begitu juga dengan keluarga Saras. Mereka harus berdamai disini jika tidak mau Mori tewas",

Tiba-tiba dari belakang kami, seorang pria berucap " Ya kami datang untuk itu, aku tidak mau putriku terluka".

Terlihat dibawah cahaya lampu, pria paruh baya, ia datang bersama istri dan keluarga Saras.

"Kami datang dan segera mencari keluarga Saras. Kami meminta maaf, kami tidak tahu apa yang terjadi. Istriku membantah akan perbuatan Mori tetapi aku yakin putriku melakukannya",

"Kami dari keluarga Saras telah memaafkan perbuatan Mori. Aku ingin putriku pergi dengan tenang, aku tak mau dia terus seperti ini walau selama ini hatiku berkata tak sudi akan pergiannya",

Aku tersenyum manis lalu berucap " Dia ada disana, auranya mengatakan begitu. Tapi aku tak yakin jika ia dapat meloloskan putrimu. Ada masalah lain yang belum selesai, begitu dia jatuh maka selesailah semua namun jika ia selamat maka ia harus menyelesaikan semua permasalahan masa lalu itu. Jika tidak, ia akan tetap gentayangan"

"Bagaimana kamu tahu jika hal itu akan terjadi?"tanya Hastin

"Malaikatmu tak akan bisa melindungimu, Hastin. Jadi lihat saja apa yang akan terjadi."

Seketika itu juga Rembulan jatuh pingsan, Hastin dan Hazel panik. Mereka mencoba membangunkan Rembulan. Tapi saat bersamaan, terdengar suara teriakan ibu Mori. Mereka yang ada segera menerangi tiap gedung. Tepat diatas gedung dimana Saras terjatuh. Ibu Mori telah berdiri di atas gedung itu. Keluarga Mori cepat berlari mendekati gedung itu bersama keluarga Saras dan dua sahabatku.

"Putriku, jangan lakukan itu. Turun nak!"

"Mori, turun!"

Suara panggilan itu tak dihiraukan Mori hingga sesuatu di luar dugaan terjadi, apa yang ditakutkan teman-teman telah terjadi. Mori jatuh seperti Saras jatuh. Bersimbah darah, kepala terpaling ke belakang dan pecah. Mori tewas seketika, dan dari atas gedung Saras menatapnya lalu menghilang.

Keluarga Mori berduka, dan keluarga Saras menundukan kepala. Dalam hati ibu Saras terdalam, luka dihatinya kini telah terobati atas kepergian Saras. Luka terdalam keluarga Saras adalah kematian Saras dan ingin pelakunya mendapatkan hal yang sama.

"Masa lalu akan datang kembali dimasa depanmu, apa yang kamu perbuat itulah yang akan kamu petik nanti.

Tahun 1995 yang lalu,

Mori dan Saras bertengkar di atas gedung.

"Mori, kamu tega sekali telah merebut pacarku. Kupikir kamu temanku selama ini, ternyata kamu itu musuh dalam selimut",

"Hey, Saras. Aku itu ngak ngerebut cwok kamu yah! Dia itu suka sama aku, bukan sama aku. Jadi terserah aku dong!"

"Kamu tega sekali, kamu jahat Mori",

"Hah yang jahat itu kamu, Saras!"

Mori mendorong Saras hingga Saras melangkah mundur mendekati pembatas gedung, Mori mendorongnya sekali lagi dan Saras jatuh. Semua terjadi begitu cepat, duka menyelimuti keluarga Saras. Ibu Saras tak merelakan putrinya pergi dan ingin Saras balas dendam atas kematiannya".

Setelah kejadian itu polisi datang menanggani khasus ini, Hastin dan Hazel kembali ke lapangan mencari Rembulan yang pingsan. Namun mereka tidak menemukan Rembulan. Mereka bertanya apa orang-orang yang datang.

"Maaf apa kamu melihat sahabatku, namanya Rembulan. Ia sepertiku, berambut panjang hitam dan memakai jaket hitam",

"Tidak, kami tidak melihatnya",

"Hah kemana ia pergi ya Hastin?"

"Tidak tau, coba hubungi dia"

Hazel menghubungi Rembulan, beberapa saat kemudian seseorang mengangkat telpon. Terdengar suara kakek-kakek.

"Ini siapa? Dimana Rembulan?"

"Ini kakek Rembulan, Rembulan tak sadarkan diri dan sekaranga ada di kamarnya. Maafkan Rembulan ya, ia tak bisa datang",

"Loh bukannya Rembulan disini bersama kami? Ia pingsan disini, di lapangan"ucap Hazel,

"Tidak, Rembulan di rumah sejak tadi. Ia berteriak di rumah lalu kami melihatnya jatuh pingsan. Kami rasa ia ketakutan melihat hantu",

Seketika itu juga Razel ketakutan, ia segera menutup telpon.

"Ada apa?"tanya Hastin

"Rembulan"

"Ada apa dengannya?"

"Kita pulang sekarang ya!"

"Ada apa dengannya?"

"Ia tak pernah datang sejak tadi, kakek bilang ia di rumah dan sedang tak sadarkan diri karena melihat hantu. Lalu siapa yang bersama kita sejak tadi?"

Rasa takut pun mulai menghantui Hazel dan Hastin, lalu mereka pergi dari sekolah. Pulang ke rumah masing-masing dalam perjalanan, mereka selalu berdoa meminta perlindungan.

Di atas gedung sekolah, ada seorang gadis berambut panjang menutupi seluruh wajahnya. Ia melihat semuanya dari sini, lalu menghilang.

*Sebelumnya

Hantu di sekolah yang terduga itu adalah Saras tiba-tiba muncul di depanku, ia membuatku kaget.

"Hah, kamu rupanya. Kamu mengikutiku ya? Kenapa?"

"Apa kamu tahu apa yang kupikirkan? Dendam harus dibalas, dan darah harus dibalas dengan darah. Penghianatan harus dibalaskan",

"Tapi semua bisa diselesaikan baik-baik kan?"

Dia tersenyum padaku, " Apa sakit hati ibuku atas kematianku dapat dibicarakn baik-baik? Ia setengah mati rela meninggalkan segalanya hanya karena diriku. Ia bertahun-tahun bersedih, dan keluarga itu malah bahagia. Mereka bahagia diatas penderitaan kami!"ucapnya dengan nada tinggi sambil mendekati dan merasuk ke dalam tubuh Rembulan.

Melihat dia mendekat, aku segera berteriak, "Aaaaaa…..", suara teriakan keras itu membuat kakek dan nenek pergi ke kamar Rembulan. Mereka telah mendapati Rembulan jatuh pingsan. Segera nenek dan kakek membawa Rembulan ke tempat tidur.

"Kakek, apa Rembulan baru saja melihat hantu lagi? Tetapi kenapa sampai jatuh pingsan"

"Ya dia melihat hantu lagi, mungkin hantu kali ini meminjam diri Rembulan"

"Apa salah cucuku?"

"Mungkin ada sesuatu yang Rembulan tak boleh ikut campur",

"Urusan apa? Memang Rembulan terlibat apa?",

"Rembulan kata pada kakek bahwa ia terlibat dalam menyelamatkan ibu Mori. Ibu Mori dibawa oleh hantu, diduga ibu Mori telah membunuh hantu itu. Ibu Mori mendorongnya hingga jatuh dari atas gedung. Mungkin masalah ini lah yang Rembulan tak boleh ikut campur",

"Hah, syukurlah kalau begitu. Mungkin dengan begitu Rembulan tak akan terlibat jika urusannya semakin panjang" ucap nenek merasa legah.

Di tempat janjian, Hastin dan Razel bertemu dengan Rembulan. Lalu pergi menuju sekolah untuk menyelesaikan masalah. Rembulan yang bersama Hastin dan Hazel bukanlah Rembulan, ia sebenarnya adalah Saras.

*Hazel menjadi Razel, kesalahan ketik

Tap the screen to use advanced tools Tip: You can use left and right keyboard keys to browse between chapters.

You'll Also Like