Pagi hari yang cerah, matahari telah bersinar terang di ufuk timur. Dalam navigasi, timur dinyatakan sebagai arah sembilan puluh derajat. Embun pagi masih tersisa di dedaunan, kupu-kupu pun berterbangan menghisap bunga yang bermekaran, burung-burung berkicau merdu menyambut pagi, dan udara yang sejuk bebas polusi.

Seperti biasa kami berangkat ke sekolah bersama, Hastin dan Razel.  Won dijemput oleh Subtel. Tapi kali ini Hastin sempat tersenyum pada Subtel, nampaknya Hastin telah berani menyapa pria itu, si preman sekolah.

Setiba di sekolah, sesuatu di luar dugaan terjadi.

Entah ada apa teman-teman pagi ini menyapaku. Di mulai dari pintu gerbang hingga ke ruang kelas.

"Pagi Rembulan?"

Aku menjawab, "Pagi"

"Pagi Rembulan?",

"Pagi"

"Pagi Rembulan?",

"Pagi"

"Pagi Rembulan?",

"Pagi"

"Pagi Rembulan?",

"Pagi"

"Pagi Rembulan?",

"Pagi"

"Pagi Rembulan?",

"Pagi"

"Pagi Rembulan?",

"Pagi"

"Pagi Rembulan?",

"Pagi"

"Pagi Rembulan?",

"Pagi"

"Pagi Rembulan?",

"Pagi"

"Pagi Rembulan?",

"Pagi"

"Pagi Rembulan?",

"Pagi"

"Pagi Rembulan?",

"Pagi"

"Pagi Rembulan?",

"Pagi"

 Mereka bahkan menghampiriku, mengajakku bicara. Tapi dua sahabatku menaruh kecurigaan, mereka pun mencegat teman-teman untuk dekat denganku.

Hastin dan Razel menghalangi mereka dengan merentangkan kedua tangan, seolah-olah memberi pagar.

"Hey, mau apa kamu? Jangan coba-coba menyakiti teman kami! Pergi sana"usir Razel

"Iya, pagi-pagi cari masalah. Apa ngak ada kerjaan lain kalian semua?"

Salah satu dari mereka pun menjawab sambil tersenyum manis, "Kami tidak mencari masalah kok, ya kami ingin berteman dengan Rembulan. Apa tidak boleh?"

Razel dengan nada tinggi penuh emosi dan kecurigaan menjawab "Kalian c.u.man mau manfaatin dia kan?"

"Ngak kok, kami beneran ingin berteman"

"Bohong?"bantah Hastin

"Kami serius, kami minta maaf. Kami sudah mengejekmu, Rembulan. Tapi sekarang kamu tahu kok, kamu berhak membenci kami tapi tolong maafkan kami. Kami sangat berterima kasih karna sudah membuat Dio Na jera. Sekarang dia akan berubah kan?"

Lalu salah dari dari mereka berucap, "Dio Na memaksaka kami membencimu. Kami memang menyukai Won, tapi kami tidak suka jika idola kami di tampar oleh Dio Na."

"Iya, benar. Kami ingin berteman denganmu, Hastin dan Razel. Kami kecewa sekali dengan Dio Na. Dia juga sombong dan egois"

"Iya itu benar, aku pernah ditinggalkannya begitu saja. Aku pulang sendirian, padahal harinya sudah malam. Aku pulang ke rumah jalan kaki. Awalnya Dio Na sangat baik padaku. Aku bahkan mengerjakan semua  perintahnya, tapi ia membalasku begitu"

"Aku juga sangat kecewa padanya, jadi kami pikir kami tidak akan diperlakukan buruk jika berteman denganmu. Apakah kamu mau memaafkan kami?"

"Kami tahu Dio Na sangat jahat padamu, kami hanya termakan hasutannya. Tapi setelah kami tahu bahwa itu tidak benar, maka kami memutuskan untuk minta maaf"

"Kami tahu kamu gadis aneh tapi tidak seperti Dio Na yang jahat!"

"Rembulan apakah benar Dio Na di hukum skorsing saja? Itu sangat tidak adil menurutku"

"Iya benar, dia telah menampar wajahmu dan Won!"

Won yang mendengar itu pun menjawab, "Iya itu benar, Dio Na hanya di hukum skorsing tetapi ada hukuman yang lainnya juga. Jika kalian ingin seperti Dio Na silahkan? Karna hukuman salah satunya adalah mengulang semester ini. Dan kalian juga akan berhadapan denganku!" menatap semua gadis dengan tajam yang membuat mereka takut.

Dengan ketakutan mereka menjawab, "Tidak!"

Aku pun tersenyum dan menjawab, "Iya aku memaafkan kalian. Aku juga mau jadi sahabat kalian, maafkan aku juga. Aku selalu membuat kalian ketakutan saat aku melihat hantu"

Salah satu dari mereka tertawa hingga kami semua mendengarnya, "Hhahahahaaa….menurutku kamu itu lucu, ya setidaknya dengan apa yang kamu lihat kamu memperingkatkan kami agar kami baik-baik saja. Aku juga pernah kok lihat hantu dan takut, sama sepertimu!"

"Iya aku juga!"

"Aku juga"

Tiba-tiba suasana yang canggung menjadi galak tawa, kami semua tertawa bersama. Kami menertawakan diri kami sendiri. Hastin dan Razel pun berhenti mencegah teman-teman mendekatiku. Semuanya nampak bahagia dan senang kecuali Dio Na.

Tidak lama kemudian, bel sekolah berbunyi sebanyak tiga kali.

Kami pun segera membubarkan diri dan kembali ke meja masing-masing. Kami pun mulai mempersiapkan alat tulis dan meletakannya di atas meja dengan rapi. Guru pengawas ulangan pun datang, kami pun memberi salam seperti biasa.

Lalu kami mulai duduk, guru mulai membagikan lembar jawaban dan lembar soal ulangan. Ya hari ini adalah hari kedua kami menjalani ulangan. Semuanya penuh semangat, dan terlihat ada satu kursi yang kosong. Kursi, tempat duduk Dio Na.

Jam istirahat tiba,

Kami semua mulai keluar kelas bersama-sama, saling menyapa satu sama lain. Ya nampaknya diriku telah diterima disini meski ada yang kurang dari jumlah kami, yakni Dio Na.

S.e.m.e.ntara itu, Jingmi duduk sendirian mengamati Rembulan dari kejauhan. Pikirannya kacau dan penuh dendam. Ia pun memikirkan rencana keji untuk membalas pada seseorang yang telah membuat Dio Na menderita.

Jingmi tersenyum manis, lalu ia meminta bantuan seseorang yang melintas untuk menyampaikan pesan pada orang itu.

"Hey, bisakah kamu sampaikan pada gadis itu? ( Jingmi menunjuk arah Rembulan)"

"Iya, gadis itu ya. Tentu saja"jawabnya

"Katakan padanya bahwa ada seseorang yang ingin bertemu dengannya di lantai atas gedung setelah pulang sekolah nanti"

"Baiklah, akan kulakukan jika kamu membayarku lebih dulu"ucapnya sambil meminta

Jingmi pun memberi orang itu uang lima puluh ribu rupiah, kemudian orang itu pergi dan Jingmi tersenyum manis.

Won pergi bersama Subtel menuju kantin sekolah, s.e.m.e.ntara aku masih berbincang dengan teman-teman baruku. Hastin dan Razel pun ikut bergabung.

"Rembulan, jadi kamu melihat hantu apa saja? Apa benar waktu itu ada malaikan di dekat Razel dan Hastin?"

Aku tersenyum manis, "Aku bisa jawab soal malaikat tapi soal hantu tidak. Iya benar, jikalau kalian dekat dengan Tuhan, Tuhan pasti akan mengutus malaikat terbaik untuk kalian"

Entah kenapa wajah teman-temanku cerah, mereka tersenyum manis.

"Sungguh?"wajah imut pun muncul

"Iya, aku sungguh-sungguh. Memang ada apa?"

Dengan malu-malu mereka menjawab, "Aku dan dua temanku, kami melakukan itu. Kami mencobanya dan kami dipenuhi keberuntungan"

"Iya benar, kami mencobanya. Semuanya menarik, bagaimana menurutmu?"

"Ibuku sangat senang padaku, aku bahkan diberi uang jajan lebih"

Aku tersenyum manis dan menjawab "Ya benar."

Tiba-tiba siswi dari kelas lain datang dan berucap padaku, "Rembulan, nanti pulang sekolah ada yang nunggu kamu di lonteng gedung ini. Kamu di tunggu"

"Oleh siapa?"tanyaku

"Tidak tahu"ucapnya begitu saja lalu pergi.

Aku pun kesal tidak diberitahu siapa yang menunggu, tapi kusimpan perasaan kesal itu di depan teman-teman dengan tersenyum manis.

Hastin dan Razel tertawa kecil melihat diriku yang kesal, dua sahabatku tahu bahwa aku sedang menyimpan perasaan kesal itu.

Hastin pun berbisik padaku, "Mungkin itu Won, jadi datang saja!"

Aku pun menganggukan kepala tanda setuju.

Lalu Hastin berbisik pada Razel, "Mungkin itu Won, Won mengajak Rembulan ketemuan di atas. Ngapain ya?"

"Entahlah, mungkin Won mau menyatakan perasaannya pada Rembulan. Kita ngak usah ikut!"senyumnya

"Oke, beres!"

Tidak lama kemudian jam istirahat berakhir dan bel berbunyi kembali. Kami pun segera masuk ke ruang kelas dan siap menghadapi ulangan berikutnya.

Bel berbunyi, tanda pelajaran segera berakhir. Kami pun segera mengumpulkan lembar jawaban dan lembar soal ulangan. Setelah itu kami segera bersiap pulang, memberi salam kepada guru dan keluar meninggalkan ruang kelas.

Won lebih dulu pergi, dan aku melihatnya. Namun pandanganku terhalang oleh murid yang lain hingga kehilangan jejaknya.

Hastin dan Razel yang melihatku mencari seseorang pun menghampiri.

"Hoy, cari siapa?"ucap Hastin membuat kaget diriku.

"A-aku lagi cari sesuatu"

"Oh sesuatu yang itu. Mungkin dia lebih dulu ke lonteng."

"Cieeee"ejek Hastin

"Huh, apaan sih!"

"Ya udah kami duluan ya? Selamat bersenang-senang"

"Yah kalian ngak menematiku nih ke atas?"

"Ngak lah, bua apa? Kan kamu yang dicari bukan kita"

"Huh…."ucapku kesal

Dua sahabatku pun pergi meninggalkanku. Aku mulai berjalan menuju lonteng, tetapi saat aku semakin dekat dengan lantai atas perasaan gugup semakin jadi. Aku bahkan ingin berpaling, tetapi kucoba untuk ke lonteng menemui Won.

Setiba di lonteng,

Aku segera mencari Won, tetapi tidak ada siapa-siapa disini. Angin berhembus pun cukup sejuk hingga membuatku tidak kepanasan. Kumendekati pembatas gedung dan melihat indahnya pemandangan desa dari sini.

Diam-diam seseorang telah mengunci pintu keluar dari lonteng. Ia berjalan mendekati Rembulan yang sedang melihat pemandangan. Orang itu adalah Jingmi, ia tersenyum manis karna Rembulan telah terjebak dalam perangkapnya.

Dari belakang seseorang telah bicara padaku, "Sudah menunggu lama? Bagaimana kabarmu?". Jingmi menyimpan kedua tangannya di belakang. Tangan kanannya memegang pisau tajam.

Aku yang mendengar suara itu segera berpaling dan melihat Jingmi disini, bukan Won.

"Jingmi, dimana Won?"tanyaku

"Won? Dia tidak disini. Bagaimana kabarmu setelah kamu mengalahkan Dio Na?"

"Apa maksudmu? Aku tidak mengalahkannya"

"Hah, benarkah? Karna kamu, Dio Na dalam masalah. Seharusnya lamu turuti saja perintahnya. Kamu itu gadis aneh dan pembawa sial di sekolah ini. Seharusnya kamu yang dikeluarkan dari sekolah",

"Tapi Dio Na memintaku untuk menjauhi Won, aku tidak bisa"

"Hah, kamu mencoba membantah ya? Tapi baiklah, karna hanya kita sini jadi kita akan mnyelesaikan masalah ini dengan sedikit lebih keras"ucap Jingmi sambil memperlihatkan pisau tajam di tangannya.

Aku pun kaget dan dibuat ketakutan olehnya. Jingmi bermain pisau di tangannya.

"Apa maksudmu? Kamu tidak akan melukaiku kan dengan pisau itu?"ucapku menjauh dari Jingmi

"Tenang saja, aku akan membuatnya lebih cepat dan tidak ada rasa sakit"ucap Jingmi semakin mendekatiku.

Aku pun berusaha menjauh hingga berlari menuju pintu keluar tetapi nampaknya pintunya telah di kunci.

Dari belakang Jingmi berucap "Mencari kuncinya sayang? Kamu tak akan bisa lari dari sini"ucapnya

Aku pun menoleh padanya, melihat Jingmi akan segera menghabisi nyawaku. Aku pun melangkah mundur dan berlari.

Jingmi hanya tersenyum manis. Ia tahu bahwa aku berlari hanya berputar-putar saja dan tidak akan bisa lolos dari sini kecuali melompat dari gedung ini.

Aku pun berhenti berlari dan mendekati pembatas, melihat kebawah.

S.e.m.e.ntara Jingmi telah ada di belakangku, ia pun berucap "Melompat saja jika kamu berani! Dengan begitu aku tidak perlu menghabisimu kan?"

"Jangan mendekat, atau aku akan benar-benar melompat!"ucapku serius

"Wow, silahkan saja! Aku tidak akan menghalangimu dan jika kamu tidak melompat, aku akan menghabisimu!"

Kulihat Jingmi, ucapannya nampak serius padaku. Aku pun segera naik ke pangar pembatas, dan melihat ke bawah. Ini menakutkan sekali, tetapi ini lah jalan satu-satunya untuk selamat atau mati.

Dalam hatiku berucap "Tuhan beginikah akhir kisah hidupku? Mengapa aku selalu dalam posisi ini? Tidak adakah yang peduli dan melindungiku? Aku akan pergi menyusul ayah ibuku, terima kasih Tuhan telah memberikan kesempatan kepadaku untuk hidup"

Aku pun segera melopat dari ketinggian, jatuh ke bawah dan angin yang memenuhi tubuhku. Waktu seakan-akan mempercepat dirinya sekarang. Hidupku akan berakhir, tapi aku menakutkan sesuatu dalam pikiranku ada beberapa hal yang belum aku selesaikan.

Kupejamkan mataku sebelum tubuhku menyentuh tanah dan hidupku berakhir. Selamat tinggal dunia, kisahku telah berakhir. Hidupku hanya sampai disini, terima kasih sahabatku. Terima kasih semuanya.

Tap the screen to use advanced tools Tip: You can use left and right keyboard keys to browse between chapters.

You'll Also Like