"Baik, saya sungguh minta maaf"ucap kakek.

Tapi Won yang melihat kakek meminta maaf pun mencegatnya,

"Enak saja, kakek tidak boleh minta maaf pada pria yang tidak tahu betul masalahnya ini. Yang ada tiga gadis itu tidak tahu diri. Seharusnya bapak mengajarkan tiga gadis itu sopan santun bukan sebaliknya!"

Amarah ayah dari tiga gadis itu pecah, ia langsung mencoba menghajar Won. Won berhasil menghindari tinjunya.

Lagi, keluarga gadis itu mencegat ayahnya untuk menghajar Won. Mereka memegangi tubuhnya agar tidak menyerang.

Keributan ini pun membuat ketua desa datang, dan beberapa warga lainnya. Mereka mencoba melerai perkelahian ini.

"Tenang, tenang lah. Ini bisa dibicarakan baik-baik!"ucap ketua desa

"Apa yang harus dibicarakan, jelas anak kota ini telah menghina tiga putriku!"

"Menghina bagaimana?"

"Dia bilang masakan putriku bagai kumparan kerbau!"

Orang-orang yang mendengar itu menyimpan tawa kecil mereka.

"Apa benar itu, anak kota?"tanya ketua desa

"Ketua desa, nama saya Won. Nama saya bukan anak kota. Baiklah saya sungguh minta maaf telah melecehkan tiga putri bapak tapi ketahuilah bahwa mereka yang lebih dulu menghina saya. Mereka bilang masakan saya tidak enak, apa saya tidak kesal? Mereka sendiri yang datang pada saya, bukan saya!"

"Itu bohong, kami tidak pernah menghina masakanmu!"bela salah satu gadis

"Benarkah? Lalu kamu sebut apa bakwan tadi siang? Itu tidak enak!"

Kini tiga gadis itu sadar, bahwa bakwan yang disantap Rembulan itu adalah masakan Won. Mereka pun tersipu malu, tak seharusnya mereka menghina gorengan bakwan itu jikalau tahu bakwan itu adalah buatan Won.

Sorot pandang ayahnya pun tertuju pada tiga gadis, ayahnya menggelangkan kepala.

Ayah mereka pun bertanya, "Apa benar begitu? Jawab tiga putriku!"

"Tidak ayah, itu tidak benar!"

Seketika itu juga Won menatap tajam ke arah tiga gadis, ia pun segera mengalihkan pandangan ke pohon besar tempat kejadian tadi siang. Won tersenyum manis seraya berucap "Andai kata pohon itu bisa bicara maka ia tak akan pernah membohongi ayahnya sendiri!"

Salah satu gadis pun membela diri mereka, "Enak saja, kami tidak berbohong!"

Aku pun berucap membela Won, karna aku tahu jelas tiga gadis itu berbohong "Kamu selalu saja membela dirimu ya s.e.m.e.ntara kamu tahu bahwa kamu sedang berbohong disini. Siang itu juga ada aku, dan aku mendengar ejekanmu mengenai masakan Won. Ia membalasmu karna kalian bertiga lebih dulu menghinanya, sekarang kalian malah menyerang kami! Memang gadis tidak tahu diri"

"Hey, Rembulan jaga ucapanmu! Kamu itu hanyalah gadis yang ngak tahu asal usulnya dan pembohong besar!"bela salah satu gadis itu pada dirinya.

Saat perdebatan ini lah Won menyiapkan ponselnya untuk memutar lagu bunyi petir yang nyaring, ia pun berucap "Huh, ternyata kalian bertiga bukan hanya pembohong tapi juga percaya pada ucapan yang tidak pasti ya! Ini menyedihkan sekali. Karna kalian sudah menyerang kami, bagaimana jika besok sesuatu yang aneh menimpa kalian karna telah membuat ayah kalian marah, mempermalukan kami dan membohongi keluargamu sendiri. Misalnya sebuah karma yang terus berlaku sampai keturunan kalian, dan, akan hilang setelah kalian mengakui kesalahan kalian ini dan meminta maaf pada kami semua"senyumnya.

Lalu Won menekan ponselnya untuk memutar lagu bunyi petir yang nyaring sehingga seolah-olah ucapan Won adalah peringatan bagi tiga gadis.

"Du…dum, boom. Trut…trut…."bunyi petir yang bersahutan satu sama lain hingga membuat kami kaget.

Wajah tiga gadis itu mulai terlihat pucat, kembali ketua desa mengingatkan hal ini.

"Kalian dengar, suara petir itu menjadi peringatan bagi kita. Sebaiknya Won meminta maaf saya pada mereka, agar sesuatu tak terjadi nanti"saran ketua desa.

Won tersenyum manis, Won menganggap saran ketua desa ini aneh dan tidak masuk akal.

"Ketua desa terhormat, saya mengenal kamu cukup lama. Sekarang saya mau bertanya, haruskah saya meminta maaf pada tiga gadis ini s.e.m.e.ntara saya tahu saya tidak bersalah? Mereka yang lebih dulu mengejak saya, dan mereka juga telah mempermalukan ayah mereka sendiri. Bapak juga dengar kan suara petir tadi, mengapa saya harus meminta maaf jika saya yang telah mengutuk mereka menjadi gadis sial? Kecuali mereka yang lebih dulu meminta maaf pada kami"jawab Won.

Tiga gadis itu mulai saling pandang, lalu mereka mengajak ayah mereka untuk pergi.

"Ayah, sudahlah. Mari kita pergi, tak usah pedulikan ucapan laki-laki sialan ini!"

"Iya ayah, ayo kita pergi!"

Sebelum pergi, ayah mereka mengancam Won.

"Baiklah, anak muda. Jikalau memang terbukti ucapanmu, kami sekeluarga akan datang kemari lagi dan meminta maaf padamu. Kami akan mengajarkan tiga putri kami sopan santun bahkan mengirimnya pada nenek mereka, agar mereka diajarkan sopan santun yang lebih baik. Jika ucapan Won benar, maka karma akan segera menghampiri tiga putri saya. Saya yakin itu karna Tuhan telah melihat semua ini dengan menandakan kekuasaanya, yakni suara petir tadi!"

"Tentu saya akan selalu membuka kan pintu untuk keluarga bapak, dan kami akan menunggu kata maaf itu"senyum Won

Lalu keluarga tiga gadis itu pergi meninggalkan tempat ini, tiga gadis itu mulai dihantui rasa takut yang mengerikan. Mereka percaya akan karma itu dan suara petir yang nyaring telah menjadi saksinya.

Kepergian tiga keluarga gadis diiringi oleh kepergian warga desa lalu ketua desa. Sebelum pergi, ia berucap "Won, kakek nenek dan Rembulan. Saya minta maaf atas ketidaknyamannya hari ini. Saya harap juga tidak ada masalah lagi dan tidak ada keributan, mohon kerja samanya untuk menjaga kedamaian desa ini."

"Ya tentu saja kami akan menjaganya, terima kasih sudah datang ketua desa"jawab Won

"Terima kasih ketua desa, terima kasih sudah menolong kami"ucap kakek.

"Sama-sama, saya pamit dulu"ucapnya

"Ya, hati-hati di jalan"kata kakek.

Lalu ketua desa pergi, dan kami masuk ke rumah. Nenek menutup pintu dan menguncinya. Kami kembali duduk di sofa.

"Kakek, apa besok akan turun hujan?"tanya nenek

"Semoga saja begitu, tadi kita sudah mendengar suara petir yang keras!"jawab kakek

Tiba-tiba saja aku dan Won yang mendengar harapan nenek akan hujan tertawa, kami tertawa geli. Kami bukannya tidak percaya besok akan hujan tapi petir yang baru saja itu adalah rekaman dari ponsel Won.

"Hahahahaha…."

"Hahhahaha, ini lucu!"

"Apa yang membuat kalian tertawa?"tanya kakek

"Won, tolong jelaskan pada kakek dan nenek"pintaku

Won masih tertawa geli, "Hhahahahaha…."yang membuatku kesal dan menjewer kupingnya.

"Awww…sakit! Iya, iya akan kujelaskan!"ucap Won sontak berhenti tertawa.

"Jadi begini, yang baru saja itu bukan petir dari langit. Itu c.u.man rekaman lagu dari ponsel saya, saya memutarnya karna saya pikir ini akan berhasil membuat tiga gadis pembohong itu ketakutan. Ya seperti karma, orang-orang disini percaya akan hal mistis jadi saya lakukan saja karna saya menebak tiga gadis itu tidak akan bicara jujur kecuali seseorang memaksa mereka. Rembulan tahu kalau itu bukanlah suara petir sungguhan!"jelas Won

"Oh begitu, ya saya juga menduga hal yang sama. Tiga gadis kaya itu egois dan sombong, saya mengerti maksudmu"jawab kakek

"Yah, nenek pikir akan turun hujan besok!"ucap nenek kecewa.

"Nenek, nenek tidak perlu cemas. Nenek berdoa saja, maka besok pasti dikabulkan oleh Tuhan. Won hanya menakuti tiga gadis itu agar tidak membohongi diri mereka sendiri dan ayahnya. Tiga gadis itu benar-benar telah mempermalukan ayah mereka sendiri"ucapku.

"Ya nenek percaya pada kalian, kalian berbeda dengan mereka!"

Saat asik bicara tiba-tiba saja, "Du…dum, boom. Trut…trut…."bunyi petir yang bersahutan satu sama lain hingga membuat kami kaget.

Lampu pun dibuat mati oleh kehadiran petir yang kuat itu, memadamkan semua aliran listrik di desa ini. Hingga desa ini menjadi gelap gulita dan menambah suasana ketakutan.

Nenek dan kakek segera berdiri mengambil lampu dan senter. S.e.m.e.ntara Won menyalakan lampu ponselnya, ia membuat diriku takut seketika menghadapkan lampu ponsel ke wajahnya.

"Aaaaaa….."teriakku yang membuat Won kaget juga.

"Aaaaa...Ada apa sih?"tanya Won menarik napas panjang lalu menghembuskannya, detak jatungnya semakin cepat karna ketakutan dan kembali normal.

Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya, jantungku masih berdetak kencang karna ketakutan. "Tidak apa, kamu membuatku kaget saja!"

Won mulai kesal, "Memang wajahku menyeramkan apa hingga kamu tidak bisa membedakan antara aku sama hantu? Atau kamu memang sengaja mengejekku!"

"Tidak, aku serius! Aku kaget tau!"

"Terserah lah, aku mau ke kamar. Mau ikut ngak?"ucapnya sambil pergi meninggalkanku dalam kegelapan.

Aku pun segera menyusul Won, "Tunggu! Tunggu aku"ucapku.

Tap the screen to use advanced tools Tip: You can use left and right keyboard keys to browse between chapters.

You'll Also Like