Yobi tidak lagi dalam berada dalam tahanan, ia berada di kamar layaknya seorang putri. Ia telah tahu tetang calon suaminya itu yang diturunkan dari tahtanya sebagai seorang pewaris tahta dari kerajaan ini.

Yobi pun tak tinggal diam saja, ia mulai mencari cara agar tahta itu tepat jatuh ke tangannya.

Yobi sedang duduk di lantai, ruang peristirahatannya. Ia meletakan tangannya di atas meja, dan mulai memikirkan sesuatu.

"Hah, bagaimana semua ini bisa terjadi di luar rencanaku? Aku telah berhasil mendapatkan pangeran Sasuke tetapi dia sama sekali tak memegang tahta itu. Ini semua karna ulah ratu ular itu! Seharusnya aku berhasil membunuhnya saat itu, jika saja gadis bar- bar itu tidak menghalangiku membunuh ratu ular sialan!" guman Yobi.

Yobi pun mulai mengerak- gerakan tangannya, tatapannya pun mulai berubah. Ia menatap setajam mata ular, dan matanya pun mulai berubah, ia memiliki pupil mata yang lebih tajam. Ia hamper menyerupai ular sekarang. Kuku tangannya pun mulai memanjang dan tajam, kuku yang siap melukai kulit siapa saja.

"Hah, tidak masalah jika aku harus menghabisimu lebih dulu!" ucapnya tersenyum manis.

***

S.e.m.e.ntara itu keberadaan Ratu Mayleen.

Ia sedang duduk di kursi kebesaraannya, dan para Menteri yang siap mendengarkan keluhan dan melaksanakan perintah darinya.

"Menteri, aku ingin pernikahan putraku Sasuke di percepat!"

"Yang mulia, apakah yang mulai sudah mempertimbangkan ini baik- baik?"

"Ya tentu saja, aku sudah mempikirkan semua ini dengan matang. Aku tidak akan membiarkan satu pengkhianat pun lolos dariku. Aku ingin gadis itu di hokum mati setelah pernikahannya dengan Sasuke!"

Seketika itu juga para Menteri yang mendengar kaget, ia tak menyangka Ratu Mayleen masih memiliki sifat kejamnya, ia belum berubah sepenuhnya meski telah menakhlukan semua kerajaan di penjuru wilayah.

"Yang mulia, tidakkah yang mulia memberinya hukuman yang ringan? Bukankah dia akan menjadi ibu dari penerus kerajaan ini?"

"Penerus? Penerus apa? Apakah kerajaan ini cocok memiliki penerus yang pengkhianat? Apakah dia bisa menjamin rakyatku hidup sejahtera, damai dan berkecukupan? Tidak. Pengkhianat tetaplah pengkhianat! Dia tak boleh di biarkan lolos!"

"Tapi yang mulia, bagaimana nanti dengan perasaan pangeran Sasuke??"

"Aku tidak peduli, apapun itu!. Cinta itu tidak akan ada artinya jika ada pengkhianat di dunia ini. Aku bahkan tak menganggap gadis itu baik, apa dia tak pernah berpikir akan satu hal? Dia dulu, dia tak pernah mengerti akan perasaan putra keduaku. Dia meninggalkannya begitu saja, dan sekarang dia ingin membunuhku. Lalu apa lagi nanti? Apa setelah aku memberikan tahtaku padanya, dia akan menghukum gantungku di depan semua orang dan mencapku sebagai pengkhianat juga? Munafik!"

Seketika itu juga para Menteri hanya bisa terdiam.

"Hah, yang penting sekarang aku ingin putra keduaku juga Bahagia. Sekarang dia dimana? Apa dia bersama gadis itu? Aku ingin sekali melihat kebahagiannya sekarang, ya aku harap dia tak mengeluh lagi dengan keadaannya sekarang ini" ucap Ratu Mayleen berharap.

Keberadaan Kim. Kim bersama teman- temannya sedang berada di Desa Flower.

Mereka berada di rumah Kayora, duduk di bawah pohon yang rindang. Ini adalah rumah s.e.m.e.ntara Kayora, yang di jadikannya rumah untuk menenangkan diri dari segala masalah yang terus berdatangan dan tempat berkumpulnya kami semua.

Kim memandangi rumah itu sesaat, ia berharap ketiga gadis itu segera keluar dari rumah dan menemui mereka.

Kazame dan Irranix bosan menunggu tiga gadis itu keluar dari sana, hingga mereka berdua main daun dari pohon itu. Dengan kemampuan sihir yang mereka miliki, mereka mengarahkan daun muda itu terbang kesana- kemari dan dengan bantuan angin yang berhembus agar terlihat seperti murni di sebabkan oleh angin berhembus. Mengarahkan selajur dengan arah angin yang berhembus. Jika daun kea rah Kazame, maka Kazame lah yang akan mengarahkan daun itu dan jika angin mengarahkan daun itu pada Irranix maka Irranix lah yang akan mengarahkan daun itu seiring angin berjalan. Mereka hanya membuat daun itu tetap bertahan di bawa oleh angin tanpa jatuh ke tanah.

"Kapan kita harus tetap menunggu? Kenapa kita tidak memanggilnya?" tanya Irranix mulai bosan dengan permainan.

"Hah, Kim…!" panggil Kazame

"Ya ada apa?" jawab Kim

"Panggil mereka! Kita harus ke istana kan sekarang?"

"Ya baiklah, aku juga udah mulai bosan. Panggil mereka, Irranix!" pinta Kim

Irranix berhenti bermain dan menjatuhkan daun muda itu ke tanah, lalu mendekati rumah itu. Tepat di depan beranda, Irranix berteriak memanggil Yora.

"Yora! Kayora. Kita jadi tidak pergi ke istana?"

Kami yang berada di ruang tamu, yang sedang asik bicara terhenti ketika mendengar panggilan dari Irranix.

"Ah iya, kita harus ke istana. Rembulan, kamu ikut tidak ke istana?"

"Ikut tidak ya? Ya tentu saja"

" Ya sudah, mari kita bersiap!"

Lalu Kayora berteriak, "Tunggu! Kami siap- siap dulu".

Setelah itu kami bergegas bersiap- siap. Kami memasukan semua barang- barang yang di perlukan disana nanti. Untung saja aku tidak mengeluarkan satu barang pun dari dalam tasku hingga aku tidak perlu repot- repot lagi.

Aku pun segera mengandeng tasku, dan berjalan keluar. Kulihat mereka bertiga duduk di bawah pohon. Aku tersenyum pada mereka, dan aku ingat jelas di pohon itu lah Sasuke duduk sendirian.

"Hah, sayang sekali pria egois itu ngak ada disini" ucapku pelan.

Lalu tiga pria itu mendekat, mereka menunggu dua sahabatku yang belum keluar dari rumah.

"Dimana mereka?" tanya Kazame

"Di dalam, aku rasa masih bersiap- siap" jawabku sambil mengenakan sepatu.

"Bawaanmu banyak ya Rembulan? Apa tidak berat?" tanya Irranix memberi kode pada Kim, agar Kim memberikan perhatian pada gadis itu.

"Tidak juga, lumayan!" jawabku

Irranix mengempalkan tangannya, dia penuh emosi kekesalan. Harapannya untuk membuat peka Kim pada gadis itu sulit sekali. Tetapi Kazame yang mendengar itu tersenyum manis, dia mengerti.

Kayora dan Yora pun akhirnya keluar dari rumah. Mereka membawa tas yang hampir sama sepertiku, lumayan berat.

"Sudah siap, ayo kita berangkat!" ucap Yora

"Ya sudah" sambung Kayora

"Kamu, Rembulan sudah siap belum? Ngak ada barang yang ketinggalan kan?" tanya Yora padaku.

"Tidak ada kok, aku sudah siap!"

"Yora, sini aku bawakan tasmu! Kamu tidak boleh terlalu Lelah nanti kamu sakit lagi" ucap Irranix sambil memberi kode isyarat.

Yora yang di beri kode isyarat itu pun mengerti, dia memberikan tasnya pada Irranix.

"Terima kasih, ayo kita berangkat!"

Kami pun mulai berjalan kaki menuju depan gerbang desa.

"Kayora, maukah kamu memberikan tasmu itu padaku? Aku ingin membawakan barangmu, aku rasa cukup melelahkan nanti jika kamu membawa barangmu sendirian" pinta Kazame pada Kayora.

"Ya tentu saja boleh!" jawab Kayora lalu memberikan tasnya pada Kazame.

Mereka berdua jalan lebih dulu berdua, begitu juga dengan Yora dan Irranix. Mereka jalan berdua- berdua, berpasangan.

Jalan yang paling terakhir adalah aku dan Kim. S.e.m.e.ntara dua sahabatku jalan berdekatan.

Berucap pelan dan sedikit mempercepat langkah agar perbincangan tidak di dengar oleh Rembulan dan Kim.

"Kim memang ngak peka kah? Menyebalkan sekali!" keluh Yora

"Mungkin saja mereka berdua sedang marahan! Jadi ngak saling peka" duga Irranix

"Ngak mungkin! Bukannya aku lihat mereka datang berdua baik-baik saja"

"Hah, mungkin hanya sandiwara saja"

Tap the screen to use advanced tools Tip: You can use left and right keyboard keys to browse between chapters.

You'll Also Like